SERANG,BI – Sohibul (60) beserta sang istri Aminah (50) dan ketiga anaknya, selama 15 tahun menempati rumah sepetak beralaskan triplek, yang disetiap sisi rumah nya diselemuti dengan bilik bambu dan atap sudah lapuk di Desa Damayasa, Kecamatan Pontang, Kabupaten Serang, Banten.
Sohibul yang sehari-hari bekerja sebagai pedagang asongan menggunakan sepeda itu hanya memiliki TV bekas pemberian warga, serta kompor untuk memasak kebutuhan hidup sehari-hari. Namun, Sohibul yang mulai masuk ke usia senjanya tersebut masih terus berjuang untuk menghidupi sang istri beserta anaknya.
Di depan rumah Sohibul terdapat sebuah kali yang dijadikan oleh dirinya beserta para warga sekitar sebagai tempat untuk menunjang kehidupan mereka. Kali yang jauh dari kata bersih tersebut, bahkan sudah berubah warna menjadi kekuning-kuningan dengan setiap sudutnya terdapat tumpukkan sampah.
“Iya biasanya untuk mandi, nyuci baju, nyuci piring kita menggunakan air dari kali,” ujar Sohibul, Jumat (24/7/2020)
Dikatakan Sohibul, kali tersebut menjadi kebutuhan yang amat mendasar, sekalipun ia menyadari bahwa kondisi kali yang sudah mulai jorok dan menguning akan berdampak buruk bagi kesehatan dirinya beserta warga yang lainnya.
“Iya karena kita ga ada air bersih disini mas, terkadang kita juga harus beli air bersih dan itu cukup mahal harganya bisa sampe 30-50 ribu,” katanya.
Menurutnya, kondisi rumah yang tidak memiliki jet pump untuk mengalirkan air dikarenakan dirinya tidak mampu untuk membeli dan melakukan pengeboran air sumur. Hal tersebut menurutnya semakin diperparah dengan kondisi pandemi covid-19 yang membuat dagangannya tidak laku seperti hari-hari biasanya.
“Hasil dari jualan asongan saya ngga nentu, kadang cuma bawa uang Rp 20-30 ribu perhari, kadang jualan saya sisa dan itu dibawa pulang lagi kerumah,” ucapnya.
Sohibul mengaku, bahwa dirinya sempat hampir menyerah dengan kondisi kehidupan keluarganya. Ketiga anaknya masih bersekolah dan terancam tidak akan melanjutkan jenjang pendidikan lantaran tidak ada biaya untuk membiayai anaknya tersebut untuk sekolah kembali.
“Masih pada sekolah, tapi gatau mas lanjut atau tidaknya, karena kita ini orang miskin mas, untuk bisa makan saja kita sudah senang mas,” keluhnya.
Sohibul juga mengatakan, bahwa selama ini belum pernah menerima bantuan langsung dari pemerintah akibat terdampak pandemi covid-19. Ia bahkan sudah beberapa kali melaporkan kepada pihak desa agar mendapatkan bantuan untuk bisa melanjutkan kehidupan.
“Kita dengan warga disini belum dapat, kemarin-kemarin kita coba lapor sama pihak kades setempat, tapi sampe sekarang hanya dijanjikan saja,” katanya.
Sohibul menjelaskan, apabila hujan deras, atap rumah miliknya yang bolong tersebut membuat air hujan masuk dan segera dengan cepat ditampung melalui dandang tua tempat pemasakan air.
“Kalo hujan, bocor pastinya, karena kan diatap rumah kan sudah melapuk juga,”
Dirinya berharap, semoga ada bantuan dari pemerintah setempat untuk dapat memperbaiki rumahnya, agar dapat tidak kebocoran saat sedang hujan dan tidak kepanasan tak kala sinar matahari masuk kesela-sela rumahnya.
“Saya sih berharap ada bantuan perbaikan rumah dari pemerintah, supaya istri dan anak saya bisa tidur nyenyak kalo hujan tiba,” tandasnya. (MR/Red)