SERANG, BI – Sebanyak 173 petani asal Deli Serdang, Sumatera Utara, yang tergabung dalam Serikat Petani Simalingkar Bersatu dan Serikat Tani Mencirim Bersatu, yang melakukan aksi berjalan kaki menempuh jarak sejauh 1812 KM untuk menemui Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) telah sampai di Kota Serang, Banten, Selasa (4/8/2020).

Para petani yang berasal dari dua kampung yakni Simalingkar A dan Sei Mencirim, Kabupaten Deli Serdang, ini telah melakukan aksi jalan kaki selama kurun waktu 41 hari terhitung dari 25 Juni sampai 4 Agustus 2020.

Dikatakan Dewan Pembina Serikat Petani Simalingkar Bersatu, Aris Wiyono, jika aksi jalan kaki yang dilakukan oleh para petani Deli Serdang ini tak lain untuk bertemu dengan presiden Jokowi di istana negara.

Menurutnya para petani merasa kecewa terhadap negara yang tidak hadir dalam penyelesaian konflik agraria yang terjadi di kabupaten Deli Serdang. Pasalnya lahan pertanian milik para petani dan warga sekitar dirampas paksa dan digusur oleh salah satu korporasi BUMN yakni PTPN II.

“Kami adalah korban dari penggusuran paksa, saat ini kami sudah tidak mempunyai tempat tinggal dan lahan pertanian kami juga sudah hilang,” ujar Aris Wiyono, saat diwawancarai oleh awak media di Alun-alun Kota Serang.

Padahal menurut Aris para petani yang diserobot lahannya tersebut sudah menempati tempat tinggal mereka sejak tahun 1951 dan telah mengantongi SK pertanahan sejak tahun 1984. Menurutnya, sebanyak 36 petani di kampung Sei Mencirim yang memiliki sertifikat hak milik (SHM) juga ikut tergerus.

“Kami sudah melaporkan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten tapi sampai saat ini tidak ada tanggapan,” ungkapnya.

Oleh sebab itu, dirinya berharap dengan adanya aksi yang dilakukan oleh para petani dengan berjalan kaki sejauh 1812 KM, Presiden Jokowi dapat melihat persoalan tersebut dan negara dapat hadir dalam menjawab mengenai penggusuran tersebut.

“Sehingga harapan kami rakyat mendapatkan kepastian hukum diatas tanah yang telah mereka tempati sejak tahun 1951,” paparnya

Aris juga mengungkapkan, jika tuntutan para petani yakni bubarkan PTPN II, berikan hak atas tanah kepada para petani yang telah menempati tempat tinggal sejak tahun 1951 dengan cara memberikan retribusi tanah dan hentikan penggusuran di areal pertanian masyarakat dan juga kriminalisasi terhadap para petani.

“Selama aksi perjalanan menuju Jakarta, banyak kepala-kepala daerah yang mengusir kami untuk sekedar singgah selama satu malam, namun ada juga beberapa kepala daerah yang mau menerima kami,” katanya.

Sementara itu, salah satu petani, Farida mengungkapkan, jika dirinya sudah tidak mempunyai mata pencaharian dan tempat tinggal lagi selama 3 bulan terakhir. Menurutnya, penggusuran dilakukan secara diam-diam pada saat bulan Maret yang notabenenya sedang masa pandemi covid-19.

“Rumah kita digusur, lahan pertanian kita diinjak-injak,” ucap Farida.

Dirinya beserta para petani yang lain tak mampu untuk mempertahankan lahan pertanian miliknya, lantaran perusahaan tersebut dikawal oleh pihak kepolisian.

“Kami mau melawan bagaimana pak, kita cuma warga biasa, paling rendah,” tegasnya. (Tin/Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini