SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – HUT Provinsi Banten ke-20 tahun, diwarnai aksi unjuk rasa oleh puluhan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Gerakan Mahasiswa Peduli Rakyat (GEMPUR). Aksi mahasiswa tersebut berakhir ricuh dengan kepolisian, lantaran mahasiswa mencoba merangsek masuk ke dalam gedung DPRD Provinsi Banten, Minggu (4/10/2020).
Dari kericuhan tersebut, satu mahasiswa menjadi bulan-bulanan pihak kepolisian. Aksi unjuk rasa dari puluhan mahasiswa itu untuk menyampaikan beberapa tuntutan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Banten.
“Saya menyayangkan tindakan anarkis yang dilakukan oleh polisi. Padahal kami hanya bertahan di barisan sembari menunggu perwakilan Pemprov Banten menemui kami. Tapi polisi malah mengatakan kami memprovokasi dengan memukul dan mengatakan kata-kata kasar,” kata Diebaj Ghuroofie, salah satu mahasiswa yang dipukuli oleh oknum kepolisian.
Menurutnya, ia sempat mendapatkan tindakan represif dari pihak kepolisian saat hendak menyelamatkan rekannya dari kericuhan tersebut.
“Padahal jelas-jelas saya yang ditendang terlebih dahulu oleh polisi dengan inisial B. Dan pada saat saya ingin menyelamatkan kawan yang sedang ditarik oleh polisi, justru saya yang ditarik dan diseret oleh polisi. Tidak hanya itu, saya juga diinjak-injak oleh pihak kepolisian,” katanya.
Sementara itu, Koordinator Aksi Fahmi Fakhrurrozi mengatakan, aksi tersebut merupakan bentuk kekecewaan mereka terhadap Wahidin Halim dan Andika Hazrumy selaku Gubernur dan Wakil Gubernur selama mempin Provinsi Banten.
“Kami kecewa dengan kepemimpinan WH-Andika selama memimpin Banten,” ujarnya di sela-sela aksi.
Ia mengatakan, selama kepemimpinannya masih banyak permasalahan seperti pengangguran, kesehatan maupun pendidikan yang ada di Banten. Selain itu, kata Fahmi, pihaknya juga menyoroti Pilkada yang akan di selenggarakan di beberapa daerah yang ada di Banten namun dilakukan saat pandemi Covid-19.
“Banyak permasalahan yang ada di Banten. Terlebih, beberapa daerah yang ada di Banten ini akan menyelenggarakan Pilkada serentak di tengah pandemi Covid-19,” katanya.
Menurutnya, Pilkada serentak yang di selenggarakan di tengah pandemi Covid-19 ini tidak efektif dan dapat menimbulkan klaster baru.
“Kami fikir Pilkada serentak ini akan menimbulkan klaster baru yang menambah jumlah pasien Covid-19. Akan ada banyak pelanggaran protokol kesehatan,” tuturnya.
Sehingga pihaknya menuntut agar Pilkada yang nantinya akan di selenggarakan serentak di beberapa daerah, agar dapat di tunda terlebih dahulu.
“Kami menuntut agar pilkada serentak ini dapat di tunda terlebih dahulu agar tidak terjadi klaster baru,” tukasnya. (Nahrul/Red)