TANGERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Teater Dza ‘Izza kembali menggelar pentas kesenian di lingkungan pesantren. Kelompok teater milik Pondok Pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza’ Izza Tangerang ini tidak pernah main-main dalam proses penggarapannya.

Meski ia berada dalam lingkungan pesantren, konsep pertunjukannya tak bisa diremehkan. Semisal pada produksi ke-9 Teater Dza ‘Izza yang digelar pada awal tahun Hijriyah 1444 di gedung pertemuan Daar el-Qolam 3 pada 29 Juli 2022 lalu.

Sutradara Teater Dza’ Izza, Ahmad Moehdor al-Farisi yang biasa disapa Cak Ndor menuturkan bahwa pada proses pertunjukan yang ke-9 memiliki tantangan yang lebih berat dibandingkan proses-proses sebelumnya.

Selain waktu persiapannya yang sangat pendek, hanya dua minggu, mereka juga harus pandai mengatur waktu latihan karena pada proses ke-9 ini pemainnya bukan hanya dari kalangan santri, melainkan kolaborasi dengan beberapa ustaz.

“Kalau pemainnya hanya santri yang sudah aktif di Teater Dza ‘Izza mungkin tidak begitu sulit dalam penggarapannya, karena mereka sudah punya modal perihal pertunjukan teater. Kali ini kita mencoba konsep agak menantang, yaitu kolaborasi antara santri dan ustaz. Di sinilah mulai terasa beratnya, karena ustaz-ustaz yang terlibat menjadi aktor dalam pertunjukan ini memiliki kesibukan struktural pesantren yang tidak bisa diganggu,” tuturnya.

Dirinya menambahkan, karena pesantren sudah mengajarkan untuk profesional dalam segala kegiatan, maka semua kesulitan tersebut bisa dilalui dengan baik. Para aktor dari kalangan ustaz siap latihan tiap malam dan siap diarahkan sebagaimana yang dilakukan sutradara pada para aktor dari kalangan santri. Bahkan para ustaz tersebut berpesan pada sutradara jangan memandang mereka sebagai ustaz, tapi pandanglah sebagai aktor yang memang seharusnya tunduk dan patuh pada konsep sutradara.

“Kata Pak Kiai Zahid, pimpinan pesantren Daar el-Qolam 3 Kampus Dza ‘Izza, kami itu wajib excellent process dalam segala kegiatan. Tidak boleh meremehkan kegiatan apapun sekecil apapun,” tutur sutradara.

“Kami menggarap naskah LELANG. Isinya syarat renungan mengenai waktu dan hakikat keberadaan manusia dalam kehidupan. Ada unsur kritik sosial yang cukup menukik di dalamnya. Kritik ini sebenarnya sangat sensitif jika kami usung ke atas panggung. Sempat beberapa ustaz yang terlibat dalam pertunjukan ini khawatir dengan isi naskahnya, tapi apa boleh buat? Toh semua itu benar-benar ada dalam kehidupan masyarakat kita. Dengan niat dakwah melalui panggung teaterlah yang kemudian meyakinkan kami untuk tetap lanjut proses,” imbuh sutradara.

Naskah LELANG karya Ahmad Moehdor al-Farisi ini akhirnya berhasil membuat ribuan penonton merinding dalam menyaksikan pertunjukannya. Mulai dari awal sampai akhir pertunjukan para pemainnya sukses membawakan unsur-unsur magis dalam setiap adegan.

“Betul, konsep yang kami usung cukup menarik. Kritik sosial yang dikhawatirkan tadi kami balut dengan unsur-unsur magis. Meski demikian, pesan dari pertunjukannya tetap diutamakan,” ucapnya.

Sutradara juga menambahkan, soal sarana Teater Dza ‘Izza tidak ada kendala. Semua peralatan, mulai dari seperangkat lighting, properti yang dibutuhkan, dan sound semuanya sudah tersedia di pesantren ini.

“Alhamdulillah semua sudah ada, tinggal bagaimana kami memanfaatkannya. Gitu saja. Ada tanggung jawab eksistensi yang mesti dipahami,” tandasnya. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini