Sekilas Pandang PATTIRO BANTEN

SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – PATTIRO Banten merupakan lembaga riset dan advokasi yang fokus dalam mendorong tata kelola pemerintahan yang baik dan penguatan kapasitas masyarakat yang akses dalam mendapatkan hak pelayanan publik.

Selama tahun 2022, PATTIRO Banten melalui dukungan mitra pembangunan mengimplementasikan kerja-kerjanya di beberapa wilayah di provinsi Banten. Di  isu tata kelola pemerintahan, kami bekerja melalui penguatan kapasitas Pokja PUG Kabupaten Pandeglang dalam menginternalisasikan Pengarusutamaan Gender melalui Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), pelatihan penyusunan RPJMDesa yang responsif gender di 8 desa kabupaten Lebak dan Pandeglang, dan mendorong responsifitas pemerintah daerah terhadap hak-hak kelompok disabilitas.

Di penguatan kapasitas, kami bekerja untuk penguatan ketahanan ekonomi kelompok rentan di wilayah bencana. Melalui dukungan YAPPIKA ActionAid, kami  meningkatkan ketahanan ekonomi perempuan melalui pemberdayaan ekonomi lokal, dan peningkatan ketahanan pangan siswa serta mendorong ketahanan pangan desa. Selain itu, kami bekerja  memperkuat kapasitas sekolah, siswa, desa  untuk pengurangan risiko, dan membangun “rompok awewe” ruang ramah perempuan dan fokal poin dalam mencegah kekerasan terhadap kelompok rentan.

Melalui dukungan USAID MADANI, kami bekerja dalam meningkatkan kapasitas dan kelembagaan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS). Melalui dukungan ini kami membangun jejaring dengan OMS di Banten,  dan mendorong kerjasama kegiatan antara pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta melalui swakelola tipe 3, crowd fundraising dan kerjasama lainnya.

Melalui dukungan Merck Indonesia, kami bekerja untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan di desa terdampak bencana dan tertinggal. Dalam mewujudkan kegiatan ini, kami membangun kerjasama dengan pemerintah desa dalam membangun sarana sanitasi dan air bersih, “rompok awewe” ruang ramah perempuan dan penguatan ekonomi lokal masyarakat terutama perempuan.

Hasil kerja-kerja yang dilakukan, kami tuangkan dalam sebuat catatan akhir tahun untuk pemerintah daerah.  Catatan ini sebagai kontribusi pemikiran dari kelompok masyarakat Banten untuk kemajuan Banten, terutama refleksi bagi  pemerintahan  transisi Banten.

BERBENAH DI ERA KEPEMIMPINAN TRANSISI

Pemerintah Provinsi Banten telah banyak melakukan pembangunan, Namun demikian, pembangunan yang diselenggarakan  masih belum banyak dirasakan oleh kebanyakan masyarakat. Disparitas pembangunan antar kabupaten dan kota di Banten,  seolah menjadi narasi yang tak bertepi. Masyarakat di beberapa wilayah di Banten, masih kesulitan untuk mengakses layanan publik seperti kesehatan, pendidikan hingga infrastruktur.

Tahun 2022 merupakan tahun dengan tantangan baru dalam proses pembangunan di Provinsi Banten. Transisi Kepemimpinan yang terjadi pada pertengahan tahun membuka ruang kemungkinan adanya kesenjangan antara perencanaan pimpinan daerah sebelumnya, dengan eksekusi yang dilakukan oleh Penjabat yang dipilih oleh kemendagri. Secara politik, Penjabat Gubernur tidak melalui proses pemilihan, dan menjadi mandatoris dari Kemendagri dengan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) yang sudah disiapkan. Hal tersebut menyebabkan, legitimasi kepemimpinan dan juga visi kepemimpinan dari Penjabat Gubernur telah didesain sedemikian rupa.

Awal tahun 2023 pembangunan Banten sudah memasuki tahap modernisasi dalam pembangunan, atau memasuki  tahap akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Visi besar dalam RPJPD tersebut adalah Banten Mandiri, Maju, Sejahtera Berlandaskan Iman dan Taqwa.

Setelah menjadi daerah otonom 22 tahun lalu, tidak serta merta Pemerintah Provinsi Banten mampu mengurai permasalahan yang dihadapi daerah. Berbagai tantangan dalam mewujudkan cita-cita tersebut terus bermunculan dalam penyelenggaraan tata kelola pemerintahan. Tata kelola yang berhasil akan ditunjukkan dengan penyelenggaraan pembangunan yang mengarahkan pada  kesejahteraan masyarakatnya.

Rendahnya peran provinsi sebagai dalam melakukan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan (korbinwas), menjadi faktor penyelenggaraan pembangunan belum sinergi. Sehingga penyelenggaraan pembangunan belum maksimal menuju titik yang sama. 

Berikut ini gambaran pembangunan pada masa kepemimpinan transisi Banten tahun 2022.  terutama berkaitan dengan agenda-agenda pembangunan SDM, tata kelola pemerintahan dan reformasi birokrasi. Catatan ini sebagai bentuk refleksi, untuk menjadi daya ungkit tahun 2023, agar pelaksanaan pembangunan yang akan dijalankan oleh pemerintahan transisi, mampu menyentuh aspek kesejahteraan masyarakat.

.

  1. Reformasi Birokrasi Gagal “tidak bergerak”

Hasil penilaian Reformasi Birokrasi (RB) pada beberapa sasaran mendapatkan nilai yang tidak memuaskan, stagnan dan bahkan menurun, dalam kurun tiga tahun terakhir (2018-2021). Sasaran RB bersih dan akuntabel mendapatkan nilai B. Tingkat Kapabilitas APIP tahun 2020 berada pada level 3, turun menjadi level 2 di tahun 2021. Sementara kualitas SPIP yang nilainya 3.5 di tahun 2020 turun menjadi nilai 3 di tahun 2021.

Sasaran RB efisien dan efektif juga mengalami nilai yang sama yaitu nilai B. Sementara sasaran RB pelayanan publik yang berkualitas mendapatkan nilai baik,Nilai Survey Kepuasan Masyarakat (SKM) semakin baik dari 3.3 di tahun 2020, naik menjadi 3.45 tahun 2021. Namun berbeda dengan Indeks SKM, Indeks Keterbukaan Informasi Publik selama 3 tahun (2020-2022), mengalami kenaikan mencapai angka 97.91 di tahun 2022, walaupun di tahun 2021 terjun bebas dengan angka 91.7, menurun dari tahun 2020 yang memiliki nilai 96.01.

Sementara itu, pelaksanaan program belum optimal Hal tersebut terlihat dari penyerapan anggaran di dua OPD pengampu reformasi birokrasi yaitu, BKD yang hanya menyerap 90,63% dan BPSDM yang hanya menyerap 91,59%.

Dokumen kebijakan RB bukan isi etalase

Tahun 2023, merupakan periode awal memasuki perjalanan baru Road Map Reformasi Birokrasi Pemerintah Provinsi Banten Tahun 2022 – 2024 (Pergub No. 26/2022).  Pergub yang ditandatangani 26 Agustus 2022 oleh Pj Gubernur, merupakan penyesuaian dan penambahan periode Reformasi Birokrasi yang semula berakhir tahun 2022. Hingga akhir 2022, upaya penampakan tujuan terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa belum terlihat geliatnya dalam menyiapkan instrumen pengisian jabatan/posisi di lingkungan kerja pemprov Banten. Kekosongan posisi/jabatan atau double jabatan pada dinas/badan/biro, akan membuat pelaksanaan tugas tidak efektif dan efisien.

Provinsi Banten memiliki 6 Organisasi Pemerintah Daerah (OPD), yang hingga kini masih dijabat oleh Pelaksana Tugas. Keenam dinas/badan/biro itu adalah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD), Kepala Biro Umum, Kepala Dinas Kominfo, Kepala Inspektorat, Kepala Biro Ekbang dan Kepala Dinas Pertambangan. Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) merangkap juga dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)

Dengan penilaian “stagnan” Reformasi Birokrasi dan menjawab persoalan penyelenggaraan pelayanan publik di atas. Perlu keseriusan pemprov untuk berbenah. Terlebih posisi kosong di unit kerja merupakan instansi yang menjadi lead sector Reformasi Birokrasi.

Obral Barang dan Jasa di proses pengadaan

Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) menyebutkan,  terdapat 14.227 pengadaan proyek pembangunan. Proses pengadaan dilakukan melalui pengadaan langsung sebanyak 85,62 %, dengan total nominal Rp. 1,055,992,245,872 dan penunjukkan langsung sebanyak 5,16 % dengan total nominal Rp. 45,417,999,781.

Dari sejumlah pengadaan langsung yang dilakukan, terdapat 159 proyek yang dilakukan tidak sesuai karena berada di atas 200 juta. Perpres 16/2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, menyebutkan bahwa Pengadaan Langsung Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya yang bernilai paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Pengadaan Langsung Jasa Konsultansi adalah metode pemilihan untuk mendapatkan Penyedia Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Obral praktik pengadaan langsung dengan nilai yang tidak wajar dan tidak sesuai ketentuan, menunjukkan lemahnya pengawasan. Dugaan bancakan oleh sekelompok kepentingan dalam proses pelaksanaan pengadaan. Kondisi tentunya berdampak pada kualitas dan kuantitas hasil pembangunan yang tidak sesuai, dan pada akhirnya masyarakatlah yang dirugikan.

Slow Motion Pengguna Anggaran, Anggaran publik tidak terasa oleh masyarakat

Realisasi anggaran tahun 2022, hanya mencapai 92,24 % atau masih menyisakan sekitar Rp. 870 miliar. Terdapat 10 OPD yang serapannya masih berada di bawah rata-rata. Beberapa OPD yang memiliki tusi penyelenggara peran berkaitan dengan pelayanan teknis, dan penyedia bahkan (pengguna) belanja modal,  seperti BPBD, DPMD, Dinas Kelautan dan Perikanan, Bappeda dan DPUPR yang hanya mampu menyerap mencapai 85,90 % anggaran yang dialokasikan.

Hal ini patut menjadi evaluasi, terutama kepada terhadap OPD yang dengan alokasi anggaran yang besar dan melaksanakan urusan pelayanan dan pembangunan untuk masyarakat Banten. Serapan anggaran yang rendah, menunjukkan adanya permasalahan yang serius dikalangan pengguna anggaran, yang selalu saja terulang setiap tahun. Hal ini perlu menjadi perhatian serius pemimpin daerah, dalam menemukan faktor eksternal atau internal. menandakan kualitas perencanaan dan pelaksanaan pembangunan yang masih kurang efektif.

Rendahnya penyerapan anggaran oleh di BAPPEDA, BPBD dan DPUPR, berdampak pada tertundanya pembangunan yang telah direncanakan, yang terntunya masyarakat tidak langsung merasakan manfaat pembangunan..  juga menjadi hal yang harus diperbaiki. Hal ini memperlihatkan, mulai dari program perencanaan, pelaksanaan proyek hingga program penanggulangan seperti kebencanaan tidak berjalan dengan baik. Ini mengakibatkan, masyarakat tidak mendapatkan manfaat pembangunan. Hal tersebut dapat langsung terlihat dari kejadian bencana di awal tahun ini, beberapa kualitas pekerjaan langsung rusak dan tidak ada kesiapsiagaan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Beberapa program perencanaan harus mulai melibatkan seluruh unsur masyarakat, termasuk OMS, selain itu, harus ada inovasi program seperti adaptasi perubahan iklim dan program pengurangan risiko bencana.

Honorer yang horor

instruksi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI bekerjasama dengan Badan Kepegawaian Negara, telah berbuah penataan sistem kepegawaian di Banten.

Kegiatan verifikasi dan validasi pegawai non-ASN yang dilakukan oleh Badan Kepegawaian  Daerah (BKD) PemprovPemrov Banten,  menemukan keganjilan mengenai data pegawaipengawai honorer 2022 dengan SK 2021. Keganjilan tersebut karena data pegawai lama yang masih dimasukkan, pegawai yang terdata di instansi namun tidak bekerja,  pegawai yang telah meninggal, namun masih masuk dalam pendataan. Situasi ini, tidak saja terjadi di Pemprov Banten, namun semua kabupaten/kota.

  • Transparansi dan Akuntabilitas

Badan Publik belum sadar Informasi Publik 

Hasil Monitoring dan Evaluasi (Monev) Komisi Informasi Provinsi Banten tahun 2022, kendati menunjukkan peningkatan jumlah Badan Publik yang terbuka, namun masih menunjukkan ketidak seriusan Pemprov Banten untuk transparan. Sepanjang tahun 2018 – 2021, persentase Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Banten yang mendapatkan nilai informatif sangat sedikit atau sebesar 17.95%, dan di       tahun 2022 meningkat menjadi 43.59 %.

Sementara, Keterbukaan Informasi Publik 8 kabupaten/ kota menurun, kecuali Kabupaten Serang dan Kota Serang. Persentase keterbukaan informasi badan publik di tahun 2022 sebesar 62.5 %, mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya sebesar 75 % dari total Pemerintah Kabupaten/ Kota yang mendapatkan kategori Informatif.

Minimnya kepatuhan untuk melakukan keterbukaan informasi publik, salah satunya dapat dilihat dari layanan informasi publik yang disediakan oleh Badan Publik, baik melalui website maupun langsung. Tingginya angka sengketa informasi menandakan rendahnya kepatuhan Badan Publik terhadap Hak Publik untuk Tahu informasi publik. Situasi ini juga mempengaruhi indeks demokrasi Provinsi Banten, dimana indikator akses masyarakat terhadap informasi publik hanya 78.75, hal ini tentunya bertolak belakang dengan dengan nilai keterbukaan informasi publik yang mencapai 97,91.

Kondisi ini dipengaruhi juga oleh belum kuatnya pengawalan target transparansi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2017-2022. demikian Kendatipun RPJMD menargetkan perwujudan transparansi sebagai tujuan dari misi misi menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Namun, hingga RPJMD berakhir, situasi transparansi Badan Publik belum menjadi harapan.

Oleh karenanya, komitmen pada dokumen Rencana Pembangunan Daerah (RPD) komitmen transparansi telah dibangun melalui penguatan tata kelola informasi dan komunikasi publik di pusat dan daerah, dan meningkatkan kualitas komunikasi publik, patut di kawal implementasinya, tidak sekedar “jargon” atau pemanis.

Penyelesaian Sengketa Informasi

Laporan tahunan Komisi Informasi Provinsi Banten tahun 2022 menunjukkan Penyelesaian Sengketa Informasi (PSI) sebanyak 90 dari total 116 sengketa informasi yang telah diregister. sisanya sebanyak 23 belum diproses.

Tingginya pencabutan PSI yang dilakukan 27%  pemohon      menunjukkan      permohonan yang tidak sungguh-sungguh (vexatious request). Berdasarkan Keputusan Ketua Informasi Pusat Nomor : 01/ KEP/ KIP/ V / 2018 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, menyebutkan Komisi Informasi      tidak wajib menanggapi permohonan penyelesaian sengketa informasi publik yang tidak sungguh-sungguh dan mengatur perilaku yang tidak perlu ditanggapi dan prosedurnya

Penerapan vexatious request dalam melaksanakan prosedur penyelesaian sengketa informasi publik dapat dilakukan,  melalui pemeriksaan khusus dalam rapat pleno komisi informasi dan sidang ajudikasi nonlitigasi sehingga meminimalisir pemohon yang tidak sungguh-sungguh dan mencabut PSI atau sengaja tidak hadir dalam persidangan.

3. Demokrasi Masih Semu

Indeks Demokrasi di Banten pada tahun 2021 masuk kategori sedang, yaitu sebesar 75,93 dan berada di posisi 18 secara nasional. Secara dimensi, aspek kapasitas lembaga demokrasi  berada di posisi paling rendah dengan nilai 66,65. Secara indikator, tercatat beberapa indikator yang masih sangat lemah seperti kinerja lembaga legislatif yang hanya sebesar 28,57, kemudian indikator Terjaminnya kebebasan berkumpul, berserikat, berekspresi, berpendapat, dan berkeyakinan dalam setiap kebijakan juga sangat rendah yaitu 33,33, lalu indikator Anti monopoli sumber daya ekonomi juga hanya 63,5. Angka ini menunjukkan bahwa demokrasi di Banten masih semu.

Selain itu, ruang partisipasi Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) masih belum maksimal. Setidaknya hal ini terlihat dari masih rendahnya kolaborasi OMS dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Dalam perencanaan ruang OMS masih terbatas untuk mengikuti musyawarah perencanaan pembangunan, sedangkan dalam pelaksanaan, berdasarkan data LPSE tercatat bahwa tidak ada anggaran bagi Swakelola tipe III pada tahun 2022. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi Perpres 12/2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa yang didalamnya mengatur partisipasi LSM/OMS/Ormas dalam bentuk Swakelola Tipe III tidak diterapkan.

4.  Rendahnya sensitivitas terhadap ancaman kekerasan bagi generasi masa depan  Banten

Rendahnya respons  terhadap permasalahan kekerasan perempuan dan anak. kendati Banten pelopor pengarusutamaan gender di Indonesia, melalui Peraturan Daerah No. 5 Tahun 2005 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan.  Namun kepedulian terhadap kelompok rentan (perempuan dan anak) masih belum menampakkan hasil, dari  upaya-upaya yang sudah dilakukan.

Tahun 2022, terjadi kenaikan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan. Pada tahun 2021, tercatat 829 kasus,  dan mengalami kenaikan menjadi 1.132  kasus di tahun 2022. Jika berdasarkan jenis kelamin, 1.006  korban adalah perempuan, sedangkan sebanyak 168 korban adalah laki-laki. Jika melihat pada rentang usia, mayoritas korban berusia di bawah umur dengan angka tertinggi terjadi di kelompok usia 13-17 tahun.. Tingginya angka kekerasan terhadap anak,  secara umum akan mengganggu perkembangan mental mereka, yang tentunya akan berdampak bagi masa depan mereka.

5. “Jawara” AKI,AKB, dan  Angka Stunting     

Provinsi Banten  menempati posisi ke 5, sebagai provinsi penyumbang Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) nasional. Selama 5 tahun terakhir 2017-2021 rata-rata diatas angka 240. Kendati angka AKI menunjukkan fluktuatif, namun penurunnya tidak signifikan. Data bulan september 2022, AKI Banten mencapai 137. Kantong terbesar berasal dari 4 Kabupaten yaitu Serang, Tangerang,  Lebak dan Pandeglang. Hal yang sama terhadap AKB yang masih cukup tinggi selama tiga tahun terakhir (2019-2021) yaitu tahun 2019 sebesar 1.299, tahun 2020 sebesar 1.121 dan pada tahun 2021 sebesar 1.157 kasus. Penyumbang terbesar AKB adalah Kabupaten Lebak, Serang dan Tangerang. Situasi ini menunjukkan belum optimalnya  pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam melakukan penekanan AKI dan AKB.

Pada isu stunting, Banten menjadi bagian dari 12 provinsi prioritas yang memiliki angka stunting cukup tinggi di Indonesia, terdapat 294.862 balita yang stunting (SSGBI 2021). Hasil pendataan BKKBN tahun 2021, menyebutkan jumlah keluarga yang berisiko stunting di Banten sebanyak 1.373.383 keluarga. Keluarga berisiko stunting tersebar di 8 kabupaten/kota di Banten. Keluarga berisiko stunting tertinggi terdapat di Kabupaten Tangerang yaitu 354.731 keluarga, Kabupaten Serang 211.696 Keluarga, dan Kota Tangerang 197.166 Keluarga.

Pemerintah Provinsi Banten perlu membangun sinergi dengan kabupaten/kota dan stakeholder terkait dalam mengatasi persoalan kesehatan di atas. Pemprov dituntut lebih proaktif dalam mengatasi persoalan kesehatan, melalui pengecekan lapangan, dan menemukan faktor penyebabnya.

6. penyelenggaraan pendidikan yang memprihatinkan 

Angka Partisipasi Pendidikan yang semakin merosot

Target APK-APM dalam RPJMD dalam 5 tahun tidak tercapai (2017-2021). Meskipun angka anak putus sekolah di (SMA/SMK) menurun di tahun 2021, namun penurunan ini masih tetap tidak memenuhi target penurunan angka putus sekolah dalam RPJMD Banten selama tiga tahun terakhir (2019-2021). Selain itu, Angka APM dan APK di Provinsi Banten dalam 5 tahun terakhir berada di bawah rata-rata nasional.

Kepatuhan terhadap pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen, tidak sebanding dengan kemampuan pemerintah daerah untuk meningkatkan derajat pendidikan di Banten. Kemampuan pemerintah daerah di Banten untuk menciptakan kualitas SDM yang andal, berdaya saing dan berkualitas masih menjadi pekerjaan rumah di tahun 2023.

Wajib Belajar 12 tahun seharusnya menjadi program prioritas yang harus dilaksanakan oleh Pemprov Banten. Penurunan target APK dan APM perlu menjadi bahan evaluasi, terutama terhadap unit kerja terkait pendidikan. Selain itu pemprov harus melakukan analisis terhadap faktor penyebab APK dan APM menurun, baik di internal maupun eksternal terutama aspek sekolah dan karakteristik daerah. Sehingga Pemprov Banten bisa melakukan percepatan yang terarah dan sistematis. 

Hal yang sama terjadi pada APK tingkat Perguruan Tinggi. Kendati tahun 2022 mengalami kenaikan dari tahun 2020, namun angka selama tiga tahun terakhir (2020-2022) APK Perguruan Tinggi Banten menurun.sebesar 0,40% (BPS, 2022).

Sarana dan prasarana pendidikan yang terbengkalai

Sebagian masyarakat Banten belum menikmati layanan pendidikan yang sama, baik akses maupun infrastruktur. Banten masih memiliki ruang kelas yang rusak ringan/ sedang, SD  mencapai 55, 48%, ruang kelas, SMP 40,39% SMA  37,34% (Kemendiknas,2021).  

Data Neraca Pendidikan Daerah (NDP) menyebutkan, dari 6.162 ruang kelas SMA, 3062 ruang kelas (49.72%) diantaranya rusak ringan, sedang dan berat. Sementara terdapat 3 ruang kelas yang kondisinya rusak total dari tahun 2018, hingga kini belum ada perbaikan.   Sementara ruang kelas yang kondisinya baik hanya 3098 ruang kelas (50.27%).

Sedangkan di sekolah SMK, dari 7433 ruang kelas SMK, 4475 ruang kelas (60.20%) mengalami rusak ringan, sedang hingga berat. Hanya 2958 ruang kelas (39.79%) yang kondisinya baik. Adapun, jika dilihat lebih luas lagi, data ruang kelas rusak ringan, sedang hingga berat yang paling banyak seluruh ruang kelas rusak ringan, (sedang hingga berat) tersebar di empat kabupaten, yaitu: Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten  Serang, dan Kabupaten Pandeglang.

Jual Beli Kursi Sekolah Setiap Tahun.

Setiap tahun, momen Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) selalu menjadi topik hangat, karena telah mempertontonkan ketidakadilan dan hegemoni kekuasaan/pengaruh.  PPDB selalu menjadi permasalahan bagi masyarakat kebanyakan. Ombudsman Banten menemukan pelanggaran dalam PPDB di SMP, dan SMA/SMK Negeri yaitu pungutan liar, jual beli kursi serta sistem online. Hingga penerimaan PPDB di tahun 2022 yang sudah diserahkan di masing-masing sekolah masalah pungutan liar, jual beli kursi, titipan  dari  (Pemerintah/Instansi Pemerintah, Legislatif, dan Media, Ormas, atau LSM).

Praktek ini secara tidak langsung telah memberikan contoh/pengalaman buruk  bagi generasi depan Banten. Bagi anak yang masuk hasil “beli” kursi, akan menumbuhkan keangguhan di atas beban orang lain.

Jika hal ini terus terjadi setiap tahun, maka pemerintah provinsi dan kabupaten/kota hanya “menjadi penonton”, di saat masyarakat membutuhkan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan.

Lip Service Kebijakan Disabilitas

Sejak tahun 2019, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten telah memiliki Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2019 tentang Perlindungan Penyandang Disabilitas. Namun demikian, hingga masa transisi, peraturan pelaksanaan yang menjadi mandat Perda hingga saat ini, belum diterbitkan.  Terdapat 3 peraturan Gubernur yang belum dikeluarkan yaitu, (1) mekanisme dan pemberian bantuan pada layanan pendidikan, (2) Kriteria, jenis, dan pedoman pelatihan keterampilan dan pendidikan berbasis kompetensi bagi penyandang disabilitas, dan (3) pedoman pemberian bantuan kesehatan.untuk menjalankan 8 urusan pelayanan dasar bagi kelompok disabilitas.

Oleh karenanya pelayanan OPD yang berkaitan dengan 8 urusan tidak berjalan. Akibatnya, 8 urusan yang menjadi kewenangan pemerintah Banten belum optimal. Sehingga berdampak pada pemenuhan hak disabilitas yang berjumlah 30.000 ribu lebih di tahun 2020. (Bantennews 11 April 2022),

Responsif  tapi  tak berdampak efek

Sebelum Perda 14 Tahun 2019 diterbitkan, Pemerintah Provinsi Banten sudah memiliki Peraturan Gubernur Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Inklusif Di Banten yang. Pergub ini terbit sebelum UU Nomor 8 Tahun 2016 dan Peraturan Pelaksanaannya terbit. Pergub ini selaras dengan Permendikbud Nomor 70 Tahun 2009 tentang Perencanaan, penyelenggaraan, dan evaluasi terhadap penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas. Kebijakan ini mengamanatkan setiap kecamatan memiliki satu sekolah inklusif jenjang pendidikan SD dan SMP, dan  4 sekolah inklusif setingkat SLTA di tingkat kabupaten/kota.

Hingga kini, keberadaan sekolah inklusif di semua jenjang, masih menjadi menjadi mimpi bagi kelompok disabilitas. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota belum sepenuhnya merealisasikan Permendiknas maupun Pergub. Saat ini baru terdapat 139 sekolah inklusi tingkat SD dan 24 jenjang SMP. Sementara SMA inklusi, hanya tersedia di SMAN 10 Kota Tangerang dan SMKN 2 Rangkasbitung (Bappeda Bantenprov, 2018). Keterbatasan akses pendidikan menjadikan penyandang disabilitas terbatas untuk untuk maju.

7. Kebencanaan

Berdasar hasil Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI dalam 5 tahun terakhir, Provinsi Bantenmasuk wilayah yang mengalami risiko tinggi bencana, terakhir memiliki nilai 149,08. Kabupaten Lebak, Pandeglang, dan Serang memiliki nilai indeks risiko yang tertinggi di Banten. Bahkan dalam 5 tahun terakhir upaya penurunan risiko bencana cenderung konstan, yang menandakan tidak ada upaya peningkatan kapasitas dalam mengurangi risiko bencana di daerahnya.[1]

Pemerintah Provinsi Banten telah berkomitmen melalui target RPJMD, dengan melakukan peningkatan sistem penanggulangan bencana yang efektif dengan strategi meningkatkan mitigasi dan pengurangan risiko bencana. Namun rencana tidak berbanding dengan anggaran yang dialokasikan,. tahun 2022 alokasi anggaran pengurangan risiko bencana hanya 4 miliar atau turun dari anggaran tahun sebelumnya.

Strategi dalam Pemprov Banten dalam upaya pengurangan risiko bencana sangat rendah. Hal ini karena, kegiatan pengurangan risiko bencana terkonsentrasi di BPBD, sementara kegiatan penanggulangan bencana banyak teranggarkan di OPD. Di sisi lain, lemahnya koordinasi antar unit kerja, menambah tidak terarahnya target pengurangan risiko bencana. Oleh karenanya, IRBI Banten sangat tinggi.

8. Perkembangan Desa Berjalan Lambat

Memperlihatkan pembangunan desa di Banten  berjalan lambat. Sejak tahun 2018-2022, status IDM Banten berada dibawah rata-rata nasional. Pada tahun 2022, nilai rata-rata IDM Banten sebesar 0,6626 dengan status Berkembang. Pemerintah Provinsi Banten perlu untuk memaksimalkan peran pembinaan dan pengawasan yang terstruktur dan berjenjang, serta mengoptimalkan koordinasi dan sinergi dengan kabupaten dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pengambunan desa.

Penguatan terhadap peran pembina desa  di tingkat kabupaten (Kecamatan dan Dinas PMD), karena peran keduanya sangat dominan dalam mengawal pembangunan desa. Intervensi di level makro provinsi menjadi penting dalam mengawal kerjasama pembangunan desa lintas kabupaten. Pembangunan desa yang terintegratif antar desa perlu diperkuat, terutama desa di perbatasan.

Penutup

Pekerjaan rumah bagi Pj Gubernur Banten dalam menjawab tantangan dan permasalahan Banten. Tulisan ini merupakan catatan kecil dari banyaknya pekerjaan yang harus dituntaskan dan di akselerasikan. Mengingat masa jabatan yang terbatas,  maka penting menyiapkan langkah yang strategis dan pelaksanaan yang efektif, untuk mengambil tindakan yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat .

Januari 2023, merupakan bulan ke delapan setelah dilantiknya Pj Gubernur, Seyogyanya, pemimpin daerah sudah dapat memperlihatkan langkah-langkah konkrit dalam membangun koordinasi, supervisi, dan pembinaan di internal, dan sinergi dengan pemerintah kabupaten/kota dalam menuntaskan tantangan yang dihadapi Banten, sebagaimana tertuang dalam  RPD 2023-2026 yang telah ditandatangani oleh pemimpin daerah dan DPRD.

Transparansi dan akuntabilitas perlu menjadi corong dalam tata kelola pemerintahan, dorongan isu transparansi harus lebih kuat, melalui penguatan tata kelola informasi dan komunikasi publik di pusat dan daerah, Peningkatan kualitas komunikasi publik, dan  mendorong Badan Publik yang informatif.

Reformasi Birokrasi sebagai misi ke 4 dalam RPD Banten, memiliki anggaran yang besar dalam APBD 2023, dibanding 3 misi lainnya.   Jika hal ini tidak dioptimalkan. maka Reformasi Birokrasi akan jalan ditempat ‘gagal”, , dan pada akhirnya masyarakat Banten sebagai pemilik anggaran tidak mendapatkan manfaat dari anggaran mereka, yang dipercayakan untuk dikelola oleh pemerintah daerah.


Hasil Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 5 Kab/Kota di Provinsi Banten berada pada kelas risiko bencana tinggi yaitu Kabupaten Lebak selalu yang paling tinggi dengan skor 182,04, Kabupaten Pandeglang dengan skor 177,46, Kabupaten Serang dengan skor 176,14, Kota Serang dengan skor 168,56 dan Kabupaten Tangerang dengan skor 146,93. Sedangkan Kota Cilegon dan Kota Tangerang Selatan kategori sedang.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini