SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Serang mendesak Pemerintah Kota (Pemkot) Serang untuk segera melakukan revisi dan pengkajian ulang mengenai peraturan daerah (Perda) nomor 11 tahun 2019 tentang Penyelenggara Usaha Kepariwisataan (PUK) khususnya yang berkaitan dengan tempat hiburan malam (THM). 

Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Kota Serang, Amas Tajudin mengatakan, pihaknya menyoroti banyaknya penyalahgunaan izin usaha yang kerap terjadi di Kota Serang. 

“Kalau resto ya resto saja, kalau hiburan ya hiburan saja. Sekarang banyak yang izinnya restoran, tapi di dalamnya ada tempat hiburan. Itu yang jadi masalah,” ujarnya, Senin (26/5/2025).

Amas menjelaskan, bahwa saat ini di Kota Serang tidak ada satu pun tempat hiburan yang memiliki izin resmi. Mayoritas usaha hiburan beroperasi dengan menggunakan izin restoran atau kafe. 

“Sampai sekarang izin hiburan tidak pernah ada. Hiburannya ada, izinnya tidak. Maka perlu direvisi, agar ke depan tidak ada penyalahgunaan izin seperti ini,” katanya.

Menurutnya, MUI Kota Serang sangat mendukung upaya revisi Perda yang berkaitan dengan perizinan usaha. Selain itu, ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum secara tegas terhadap pelanggaran perizinan tersebut. 

“Revisinya penting, penindakannya juga harus dilakukan. Karena kalau peraturannya tidak ada, penegakan hukumnya jadi lemah,” ucapnya.

Amas juga menyinggung tentang keberadaan hotel berbintang di Kota Serang. Menurutnya, saat ini belum ada hotel berbintang lima di wilayah tersebut. Ia menyayangkan jika ada praktik-praktik hiburan malam dan peredaran minuman keras di hotel-hotel yang hanya berstatus bintang empat. 

“Sudah jelas dilarang ada wanita pendamping dan minuman keras di hotel bintang empat ke bawah, tapi praktiknya tetap ada. Ini yang harus ditegakkan,” jelasnya.

MUI Kota Serang berharap Pemkot Serang serius dalam membenahi sistem perizinan dan penegakan hukum, karena dampaknya menyangkut moral dan akhlak masyarakat. 

“Apapun yang merusak moral harus direvisi. Baik dari segi aturan maupun pelaksanaannya. Kalau tidak ada dasar hukumnya, ya ditambahkan hukumnya. Karena ulama pun mendasarkan sikapnya pada hukum,” tandasnya. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini