SERANG, BANTENINTENS.CO.ID — Rekontruksi kasus dugaan pemukulan yang melibatkan siswa SMAN 1 Kota Serang digelar oleh Polresta Serang Kota pada Selasa (4/11/2025).

Dalam rekonstruksi itu menunjukkan adanya dua versi peristiwa yang berbeda secara signifikan, yakni versi anak tersangka dan saksi, serta versi anak korban.

Untuk itu, Kuasa Hukum Saksi AA, Razid Chaniago, angkat bicara terkait hasil rekonstruksi kasus dugaan pemukulan yang melibatkan siswa SMAN 1 Kota Serang. 

“Kami ingin menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada jajaran Polres Serang Kota atas langkah proaktif dalam melakukan proses penyidikan perkara ini. Kami juga mengapresiasi pelaksanaan Gelar Perkara Khusus oleh Polda Banten, sebagai bentuk transparansi dan akomodasi terhadap permintaan kuasa hukum korban,” ujar Razid di kantor Law Firm Razid Chaniago & Partners, Kamis (6/11/2025).

Menurut Razid, berdasarkan hasil analisa dan arahan dari Gelar Perkara Khusus, rekonstruksi dilakukan di lokasi kejadian sebagai tindak lanjut resmi dari penyidikan.

Pada rekonstruksi tersebut, versi pertama yakni pihak terduga pelaku dan saksi menyebutkan bahwa hanya anak tersangka yang melakukan pemukulan tanpa melibatkan orang lain.

Dalam versi ini diperagakan sekitar 13 adegan, dengan jumlah pemukulan sebanyak 14 kali.

Sementara itu, pada versi korban, terdapat sekitar 30 adegan dengan klaim bahwa pemukulan dilakukan secara bersama-sama oleh anak tersangka dan para saksi, kecuali Dzw.

Korban juga menyebut dirinya dipukul hingga 160 kali.

“Saksi Dzw sendiri membantah ikut dalam peristiwa pemukulan bahkan menyatakan tidak menyaksikan hal tersebut,” jelas Razid.

Razid menilai terdapat sejumlah ketidaksesuaian antara keterangan korban dengan fakta yang muncul di lapangan.

Menurutnya, klaim korban yang menyebut mengalami pemukulan sebanyak 160 kali tidak sejalan dengan hasil pemeriksaan medis.

“Secara logika hukum, klaim korban tidak masuk akal dan cenderung mengada-ada. Hasil Visum et Repertum justru menyebutkan korban hanya mengalami luka ringan,” terang Razid.

Ia menambahkan, fakta medis tersebut tidak mendukung narasi pemukulan masif yang disampaikan korban.

Keterangan itu juga tidak diperkuat oleh saksi lain di lokasi kejadian, sehingga dinilai berdiri sendiri tanpa bukti pendukung.

“Dalam hukum pembuktian, keterangan baru sah jika bersesuaian dengan alat bukti lain serta fakta medis. Dalam hal ini, keterangan korban tidak memenuhi unsur tersebut,” tegasnya.

Selain itu, Razid juga menyoroti opini yang berkembang mengenai adanya unsur “pembiaran” dalam kasus tersebut.

Ia menilai, unsur tersebut tidak terpenuhi karena tidak ditemukan adanya niat jahat atau mens rea dari para saksi.

“Berdasarkan pengakuan pelaku, tindakan dilakukan secara spontanitas dalam kondisi gelap, dan para saksi sibuk dengan kegiatan masing-masing. Tidak ada unsur kesengajaan atau pembiaran,” katanya.

Razid menambahkan, pengakuan anak tersangka bahwa pemukulan dilakukan secara spontanitas memperjelas duduk perkara dan menunjukkan tidak ada rekayasa dalam keterangan saksi.

Kasus dugaan pemukulan yang melibatkan siswa SMAN 1 Kota Serang ini kini masih dalam proses penyidikan oleh pihak kepolisian.

Razid berharap agar seluruh pihak menunggu hasil penyelidikan resmi dari aparat penegak hukum.

“Kami percaya Polres Serang Kota dan Polda Banten akan menuntaskan kasus ini secara objektif dan profesional,” tandasnya. (Red)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini