SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) Unbaja menggelar Webitalk dengan tema Menyelaraskan Pertumbuhan Ekonomi dan Pelestarian Lingkungan. Tujuannya, agar pembangunan yang terjadi di Indonesia, khususnya di Banten, dapat benar-benar selaras dengan pelestarian lingkungan hidup.
Agenda yang diikuti oleh 200 peserta lebih tersebut dinarasumberi oleh 5 orang pembicara dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian ESDM, Trend Asia, Green Peace dan satu Keynote Speaker yakni Walikota Serang, Syafrudin.
Materi pertama dibawakan oleh perwakilan Kementerian ESDM, Lana Saria. Ia menyampaikan bahwa manusia saat ini masih belum bisa terlepas dari segala hasil pertambangan. Maka dari itu, pertambangan masih menjadi kegiatan prioritas di masyarakat.
“Namun perlu diingatkan, kegiatan pertambangan itu harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang ada. Karena itu perlu adanya perlindungan lingkungan, untuk menjaga kelanjutan pelestarian lingkungan,” ujarnya.
Maka dari itu, dalam aturan perundang-undangan diatur kegiatan pemulihan yang wajib dilakukan oleh pelaku kegiatan pertambangan, yakni kegiatan reklamasi. Tujuannya, untuk memulihkan area yang terdampak pertambangan sehingga kelestarian lingkungan dapat terjaga.
Materi kedua disampaikan oleh perwakilan KLHK, Maryana Lubis. Dalam materinya, ia mengatakan bahwa pihaknya nemiliki dua aspek pengelolaan. Pertama yakni pengelolaan lingkungan hidup, kedua yakni pengelolaan kehutanan.
“Pengelolaan urusan lingkungan hidup seperti pengelolaan sampah, B3 dan limbah B3. Lalu terkait dengan AMDAL, KLHS, UKL-UPL. Selanjutnya pengendalian pencemaran dan izin lingkungan,” jelasnya.
Sementara untuk kehutanan, pihaknya bertugas untuk penatagunaan kawasan hutan, usaha hutan, perbenihan tanaman hutan dan pemulihan pohon. Untuk menjaga dua aspek tersebut, pihaknya memiliki beberapa fungsi.
“Seperti Penegakan Hukum, Konservasi, Biodiversity, Ekonomi Lingkungan, Pengendalian DAS, Perubahan Iklim, Pengendalian Kebakaran Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat,” terangnya.
Aktivis Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicsksono, dalam materinya mengkritisi terkait pembangunan PLTU Jawa 9-10. Menurutnya, sudah terlalu banyak PLTU di Jawa yang dampaknya bahkan hingga 100 kilometer dari lokasi PLTU, apalagi Jakarta yang secara geografis dikepung belasan PLTU.
“Bukan hanya masyarakat setempat yang terkena dampak polusi udara ini. Pembangkit listrik Suralaya berjarak kurang dari 100 kilometer dari Jabodetabek, kota terbesar di Asia Tenggara. Dari November hingga April, angin yang kencang membawa emisi itu ke kota, membuat 30 juta penduduknya terkena polusi udara berbahaya,” tegasnya.
Sebagai penghasil listrik, PLTU sangat merugikan kesehatan masyarakat. Dari polusi yang dihasilkan, dapat menimbulkan penyakit seperti stroke, kanker paru, serangan asma dan penyakit lainnya.
“Meski episentrum polusi berada di Suralaya, namun dampaknya bisa dirasakan beratus kilometer jauhnya. Dampak ini bisa menyerang siapa saja dan kapan saja. Dan membutuhkan waktu yang panjang untuk merasakan akibatnya,” ungkapnya.
Aktivis Trend Asia, Andri Prasetio, turut menyinggung energi kotor yang dihasilkan oleh PLTU. Menurutnya, investasi untuk energi kotor sudah tidak relevan dilakukan pada saat ini. Sebab, sudah ada energi terbarukan yang lebih murah dan bersih.
“PLTU memiliki dampak serius mulai dari segi lingkungan, kesehatan, sosial-ekonomi masyarakat, dari hulu hingga ke hilir. Laporan IRENA menyatakan, energi terbarukan terus mencetak rekor baru terkait biaya. Energi terbarukan memiliki biaya yang lebih murah dibanding biaya PLTU mana pun di dunia,” ujarnya.
Di Banten sendiri, ia menuturkan bahwa terdapat banyak potensi energi terbarukan, khususnya dari angin dan panas matahari. Energi tersebut ia klaim sangat ramah terhadap lingkungan dan jauh dari energi kotor.
“Banten memiliki kurang lebih 5000 MW potensi energi bersih. Hampir 3800 MW atau 75 persen energi bersih berasal dari matahari dan angin. Pemanfaatan potensi yang melimpah ini bahkan masih di bawah 1 persen,” tegasnya. (Red)