SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Arteri Dahlan, mengapresiasi setinggi-tingginya kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) RI yang telah memperlihatkan komitmen dan konsistensinya dalam menangani perkara-perkara tindak pidana korupsi, khususnya yang terkait dengan penyimpangan penggunaan dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), karena anggaran dimaksud didapat dengan susah payah yang sebagian besar berasal dari pajak rakyat.
“Saya mendukung penuh dan memberikan apresiasi kepada Bapak Jaksa Agung dan Bapak Jamintel, khususnya kepada Bapak Direktur C pada Jaksa Agung Muda Intelejen: Elisyahputra dan PLH Kasubdit C 3 Imanuel Rudy Pailang yang telah fokus dan memperlihatkan keseriusan untuk menangani perkara-perkara tindak pidana korupsi yang berasal dari dana APBN, khususnya terkait dengan dugaan penyimpangan hukum dalam penggunaan APBN oleh Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Tahun Anggaran 2018,” katanya, Jumat (12/2/2021).
Ia pun meminta untuk dilakukan upaya penegakan hukum setuntas-tuntasnya, dengan melalui proses pro justitia secara cermat, khidmat, dan berkepastian. Dikarenakan menurutnya, penyimpangan penggunaan APBN tersebut sejatinya telah secara kasat mata dihadirkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2018.
“Direktur C Jamintel tidak perlu ragu dan takut, usut tuntas setuntas-tuntasnya. Ini kan mudah, panggil saja pihak-pihak yang dimintakan pertanggungjawaban hukumnya, panggil Inspektur Utama Kementerian Pariwiasata dan Ekonomi Kreatif. Mintakan klarifikasi dan pertanggungjawaban menurut hukum terkait dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Badan Ekonomi Kreatif Tahun 2018,” ujarnya.
Selain itu, ia juga meminta menanyakan bagaimana pelaksanaanya sewa kelola, penataan persediaan, penatausahaan aset tetap, apakah ada penyimpangan atau tidak. Begitu juga dengan temuan-temuan serta tindak lanjut atas temuan BPK.
“Khususnya ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan seperti kekurangan volume pekerjaan, kegiatan yang dikategorikan pemborosan, kelebihan bayar, juga terkait pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kekurangan volume pekerjaan, kekurangan volume belanja jasa lainnya,” terangnya.
Begitu juga dengan pertanggungjawaban sisa dana yang belum dikembalikan, yakni indikasi manipulasi pertanggungjawaban laporan kegiatan, baik penetapan jumlah peserta, kelebihan pembayaran honor, kelebihan pembayaran mentor dan paket meeting, perjalanan dinas, pengadaan kegiatan-kegiatan fisik dalam bentuk pelaksanaan kegiatan Revitalisasi, yang terdapat di Kota Bandung dan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat dan di Kabupaten Badung Provinsi Bali.
“Itu termasuk didalamnya indikasi adanya penyimpangan terkait dengan pemilihan penyedia jasa konstruksi yang dilakukan dengan metode penunjukan langsung yang tidak sesuai dengan dengan Perpres no. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa,” tandasnya. (Red)