Oleh: Ahmad Nuri
Ketua PW GP Ansor Banten

Menjelang tahun politik, demokrasi terus mengalami guncangan destruksi dari musuh-musuhnya agar melemah dan tidak mampu menjadi instrumen indah bagi para subjek demokrasi dalam mengkalkulasi plus sirkulasi kekuasaan dengan melibatkan semua kekuataan yang berbeda.

Demokrasi fungsinya mengharmoni segala perbedaan dengan ragam dan kebebasan pilihan namun tidak jarang demokrasi dimanafaatkan kebebasannya dengan segala cara oleh para musuh utamanya.

Dulu dalam perjalan demokrasi di Indonesia sejak menggunakan sistem demokrasi pada pemilu 1955 sampai pemilu tahun 2014 hanya ada musuh utama yang dapat mendestruksi demokrasi baik sebagian nilai, instrumen maupun sebagai prosedur demokrasi yaitu politik uang.

Namun saat ini sejak pemilu 2019 ada yang lebih berbahaya dari politik uang yaitu politik identitas dimana daya rusak politik identitas bukan hanya pada demokrasi semata tapi daya rusaknya begitu dahsyat bagi keluhuran agama, persatuan bangsa dan kekuatan stabilitas negara.

Di antara dua musuh besar demokrasi antara politik uang dan politik identitas manakah yang lebih berbahaya saat ini.? Keduanya ini musuh bagi demokrasi antara politik uang dan politik identitas, keduanya sangat berbahaya akan sangat mengancam demokrasi dalam proses sirkulasi mencapai kekuasaan menuju kesejahteraan.

Yang membedanya kalau politik uang hanya pada demokrasi tapi politik identitas menembus lurus sampai ke polarisasi ditingkat umat beragama, masyarakat, bangsa bahkan terganggunya stabilitas negara.

Politik identitas mencipta polarisasi yang akut dan sulit disembuhkan dan politik uang mencipta pragmatisme akut bagi masyarakat. Dua duanya bersifat partalogis yang membedakan pola politik identitas perlu banyak ayat dan agama dalam menyulut sentimen agama bagi masyarakat untuk meraup elektoral dan kekuasaan sementara politik uang perlu akumulasi kapital untuk merubah pilihan elektoral ditengah masyarakat sampai mendapat kekuaasaan.

Tingkat bahaya politik uang dan politik identitas jauh lebih bahaya politik identitas karena politik uang tidak sampai memecah persatuan bangsa, hanya merusak tatanan politik penuh idealistik menjadi tatanan politik pragmatis merusak hasil demokrasinya karena hasil transaksi matrial yang mengancam bagi keberlangsungan tata nila kebaikan demokrasi yaitu dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat.

Keduanya memang bahaya tanpa berupaya simplikasi atas bahaya politik uang yang memang sudah ada hukumnya yang mengatur sanksi yang menjerat pelaku politik uang. Beda dengan politik identitas sangat berbahaya tapi belum ada hukum yang mengatur tentang sanksi menggunakan politik identitas.

Ada beberapa tingkat bahaya Politik identitas jika terus di kembangkan diantaranya pertama, merusak relasi agama dan demokrasi dengan memposisikan agama sebagai alat justifikasi meraih kekuasaan semata yang ditempatkan menjadi subordinat demokrasi. Posisi agama yang luhur atau suprim menjadi redusir oleh praktek politik identitas yang selalu menggunakan agama untuk “membunuh” lawan politiknya dalam mencapai kekuasaan.

Kedua, sangat merusak demokrasi sebagai jalan indah dengan rambu-rambu menyertainya seperti etika dan moral sehingga apa yang dihasilkan dari proses demokrasi itu adalah kebaikan kekuasaan untuk dikelola kearah tujuan sebuah negara bangsa yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia

Politik identitas dapat merusak tatanan dan rambu rambu etika dan moral dalam demokrasi sekaligus menghancurkan tujuan demokrasi itu sendiri. Jika denokrasi dikangkangi politik identitas maka terjadi ketidak tunduk pada etika politik tapi lebih menjadikan agama sebagai alat semata menghalalkan segala cara dengan ayat-ayat distorsifnya, sehingga tidak akan menghasilkan kebaika malah justru sebaliknya menghadirkan keburukan pada hasil demokrasi.

Dalam proses demokrasi yang sudah rusak oleh politik identitas tidak akan tercipta lagi yang namanya adu gagasan, adu kebaikan dan tawaran masa depan rasional yang dapat memenuhi harapan orang banyak, karena demokrasi parameter utamanya adalah pengolahan kekuasaan pada orang banyak bukan segelintir orang atau disebut oligarki dengan hasil jual ayat ayat penyulut emosi umat.

Ketiga, politik identitas tidak ada nilai keteladanan dan kebaikan dalam proses demokrasi untuk dikembangkan bagi generasi masa depan bangsa yang sudah di rusak politik identitas semua lumpuh dihadapkan politik identitas meski memang tidak serta merta berbanding lurus antara politik identitas dan kemenangan agama dalam proses demokrasi tapi, ini bukan soal perang agama dalam proses demokrasi tapi perang gagasan dan argumentasi bagi para kontestasi demokrasi.

Dengan demikian, keteladanan apa ? dan kebaikan apa ? jika kedepan setiap ada proses demokrasi ditafsiri sekaligus dimaknai sebagai waktunya “perang” agama oleh generasi masa depan kita. Selanjutnya generasi masa depan akan menerapkan dan mencontoh saat ini yang praktek kita dalam berdemokrasi. Sungguh membahayakan praktek politik identitas bagi keteladanan dan kebaikan generasi bangsa kedepan.

Keempat, politik identitas itu memecah bangsa membuat polarisasi yang bisa berakibat terjadinya konflik agama karena yang dipakai oleh politik identitas adalah hujjah agama mendapatkan kekuasaan dengan dalih jihad. Jika udah mengunakan kalimat jihat maka musuh politik akan dijadikan musuh agama dalam proses kompetisi demokrasi.

Semua yang berbeda dalam proses demokrasi itu akan dianggap musuh dan di tuduh kafir dengan memberikan hukumnya wajib untuk diperangi, mungkin saat ini hanya penyulut sentimen dan semangat umat dalam memenangakan pertarungan politik mencapai kekuasaan tapi akan ada saatnya menjadi nyata tindakan konflik politik menjadi konflik fisik dan menjadi perang saudara di bangsa ini.

Semoga semua itu tidak terjadi, tapi tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi jika semua entitas bangsa tidak menyadari bagaimana bahaya politik identitas terus dilakukan oleh para pelaku politik dalam negara demokrasi ini.

Kita sudah hampir satu abad lamanya mengunakan sistem demokrasi selama ini menjadi jalan indah mencapai kekuasaan meski pelangi yang berbeda warna tapi tetap indah dipandang mata terutama mata hati warga bangsa.
Wallahu a’lam…..

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini