SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Banten memperketat pengajuan adopsi anak. Hal itu menyusul ditemukannya kasus adanya orangtua yang kembali menelantarkan anak adopsinya.

Sekretaris Dinsos Provinsi Banten, Budi Darma Sumapradja mengatakan, pengetatan izin adopsi anak dilakukan untuk menjaga anak-anak dari kepentingan pragmatis dan ekonomi orangtua adopsi. Upaya itu untuk melindungi anak agar terhindar dari bahaya eksploitasi dan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menyasar anak-anak.

“Cara ini juga untuk menjaga masa depan anak, terutama anak terlantar agar tidak dipergunakan oknum tertentu untuk meraih keuntungan semata,” kata Budi, Jumat (12/5/2023).

Budi menuturkan, alasan pengetatan adopsi anak dilakukan setelah ditemukannya kasus adopsi namun berujung pada penelantarkan anak. Ironisnya adopsi yang dilakukan oknum orangtua itu tanpa mengantongi izin adopsi dari Dinsos Provinsi Banten.

Padahal, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak, Calon Orangtua Asuh (COTA) harus mempunyai izin dari Menteri Sosial atau instansi sosial provinsi dalam hal ini Dinsos Provinsi Banten.

Dalam aturan tersebut terdapat beberapa persyaratan COTA yang harus dipenuhi, yaitu berstatus menikah minimal lima tahun, sehat jasmani dan rohani, berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun, beragama sama dengan calon anak angkat.

Lebih lanjut, Budi mengungkapkan, syarat lainnya yaitu, COTA harus berkelakuan baik dan tidak terlibat tindak kejahatan, belum mempunyai anak dan atau hanya mempunyai satu orang anak serta dalam keadaan mampu secara ekonomi dan sosial.
Syarat lainnya, memperoleh izin tertulis dari orag tua wali anak dan membuat persyaratan tertulis bahwa pengangkatan anak tersebut merupakan demi kepentingan terbaik dan kesejahteraan bagi anak.

Adanya laporan sosial dari Pekerja Sosial setempat, telah mengasuh calon anak angkat paling singkat enam bulan sejak izin pengasuhan diberikan dan terakhir teah mendapatkan izin dari Menteri Sosial atau kepala instansi sosial provinsi dalam hal ini Kepala Dinsos Provinsi Banten.

Prosedur pengangkatan anak antar warga negara Indonesia (WNI), COTA dapat mendatangi Dinsos kabupaten/kota setempat untuk mengisi persyaratan dan melengkapi dokumen pengangkatan anak.

“Setelah itu Dinsos kabupaten/kota setempat akan melakukan home visit pertama untuk melaporkan sosial kelayakan COTA yang nantinya hasil laporan ini akan diberikan ke Dinsos Provinsi. Jika memenuhi syarat, maka Dinsos akan mengeluarkan Surat Keterangan (SK) izin pengasuhan sementara selama enam bulan,” jelasnya.

Menurutnya, setelah dikeluarkannya SK izin pengasuhan sementara selama enam bulan, pihak Dinsos akan melakukan home visit kedua untuk laporan perkembangan anak yang selanjutnya akan dilakukan proses siding Tim Pertimbangan Perizinan Pengangkatan Anak (PIPA) di tingkat provinsi. “Melalui siding tersebut, Tim PIPA akan memberikan pertimbangan terkait persetujuan COTA untuk dapat megadopsi anak,” ujarnya.

Budi menambahkan pertimbangan PIPA dibutuhkan untuk melihat apakah layak tidak COTA dapat mengadopsi anak. “Makanya sebelum izin full adopsi diberikan kita berikan SK asuh sementara yaitu enam bulan. Kita lihat perkembangannya, kita visit lagi ke ruma calon orang tua si anak. Kalau perkembangan anak asuh baik maka PIPA akan memberikan pertimbangan bahwa COTA dapat mengadopsi, tapi kalau (perkembangan anak asuh) tidak baik selama enam bulan, kita ambil lagi si anak itu. Karena si anak ini kan masih jadi tanggungan Negara, maka kita ambil kita titipkan di panti sosial milik Dinsos, dan untuk COTA kita batalkan,” tandasnya.

Dalam beberapa kasus, Budi menyebutkan kerawanan terjadi jika COTA hanya berbekal izin sementara dari Dinsos kabupaten/kota. “Bahkan ada juga oknum yang mengadopsi anak hanya untuk ‘mengikat’ pasangannya. Dampaknya anak adopsi dikembalikan atau ditelantarkan setelah pasangan orangtua bercerai,” jelas Budi.

Untuk itu, Budi kembali menegaskan, pihaknya akan memperketat izin adopsi anak. “Ini untuk menjaga masa depan mereka dari oknum (orangtua asuh) yang hanya mementingkan kepantingan pragmatis dan ekonomi semata,” tegasnya.

Dalam aturan lain, kata dia, pada PP 44 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pengasuhan Anak ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi untuk menjadi orang tua asuh. Di antaranya beragama sama dengan yang dianut anak, WNI berdomisili tetap di Indonesia.

Berusia minimal 30 tahun dan maksimal 55 tahun, lulus seleksi dan verifikasi, bersedia menjadi orang tua asuh dengan surat pernyataan bermaterai, membuat pernyataan tertulis untuk tidak akan pernah melakukan kekerasan, penelantaran, dan eksploitasi anak. Selanjutnya memiliki Surat Keterangan Catatan Kepolisian, serta surat keterangan sehat dari rumah sakit pemerintah.

Terpisah Ketua Komnas Anak Provinsi Banten, Hendry Gunawan, mengungkapkan pentingnya mengikuti prosedur pengangkatan anak agar legalitas pengangkatan tersebut sah.

Jika mekanisme pengangkatan anak tidak dilalui dengan benar, dapat berdampak negatif pada anak, seperti kasus penelantaran anak yang terjadi saat ini. Selain itu, pelanggaran terhadap prosedur pengangkatan anak juga dapat dipidana, sesuai dengan Pasal 79 Undang-Undang (UU) No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pengangkatan anak yang bertentangan dengan ketentuan yang ada, dapat dipidana, dengan ancaman penjara selama 5 tahun dan/atau denda sebesar 100 juta rupiah.

Gunawan menekankan pentingnya menjalankan mekanisme adopsi untuk kepentingan terbaik bagi anak dan bukan untuk keuntungan pribadi. Sebaliknya, jika mekanisme tersebut tidak dilalui, seperti pada kasus yang terjadi, bisa menjadi awal dari keburukan bagi anak yang akhirnya akan ditelantarkan.

“Dalam kasus ini, mekanisme itu tidak dilalui oleh oknum orang tua tersebut, bahkan ada maksud lain dalam adopsinya, karena inti dari adopsi anak adalah hanya untuk yang terbaik bagi anak, jangan sampai adopsi itu malah menjadi awal keburukan bagi anak. Anak malah ditelantarkan” lanjut Gunawan.

Komnas Perlindungan Anak mundukung langkah yang diambil Dinas Sosial Provinsi Banten untuk memperketat pengajuan pengangkatan anak, sebagai respons atas kasus yang telah terjadi. Menurut Ketua Komnas Anak Provinsi Banten, Hendry Gunawan, penting untuk memastikan bahwa proses adopsi dilakukan dengan benar dan sesuai hukum, sehingga hak-hak dan kesejahteraan anak-anak yang diadopsi dapat dilindungi.

Gunawan menyoroti pentingnya pengawasan dalam proses pengangkatan anak dan memastikan bahwa anak-anak mendapatkan hak-haknya dengan terlindungi dan merasa aman. “Pengangkatan anak adalah sebuah keputusan besar yang akan membawa pengaruh besar bagi kehidupan anak tersebut. Oleh karena itu, kita perlu memastikan bahwa proses adopsi dilakukan dengan benar dan sesuai dengan hukum yang berlaku agar tercipta keluarga yang bahagia dan sehat,” pungkasnya. (Adv)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini