Wakil Ketua DPRD Kota Serang, M Farhan Aziz.

SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Kisruh soal wacana pembongkaran total Pasar Induk Rau (PIR) masih memanas.

Persoalan utama yang mencuat adalah soal legalitas sertifikat milik para pedagang, yang keabsahannya kini dipertanyakan setelah Pemerintah Kota (Pemkot) Serang bersikukuh menyebut bahwa aset tersebut adalah milik pemerintah.

Wakil Ketua II DPRD Kota Serang, Aziz M Farhan Azis, menegaskan bahwa status kepemilikan lahan dan bangunan di atas tanah pemerintah yang dikerjasamakan dengan pihak swasta tidak bisa dilihat hanya dari sisi periodisasi, melainkan harus dikaji dari aspek kelembagaan dan regulasi.

Menurutnya, apabila Hak Guna Bangunan (HGB) induk yang dimiliki pihak swasta telah diperpanjang berdasarkan izin pemerintah, maka Sertifikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS) yang dimiliki pedagang juga otomatis ikut diperpanjang.

“Pernyataan dari eksekutif bahwa perpanjangan HGB tidak serta-merta memperpanjang SHMSRS itu keliru. Di mana pun di Indonesia, untuk properti strata title tidak ada pengajuan perorangan. Yang mengajukan biasanya manajemen, asosiasi penghuni, atau pengembang. Implikasinya jelas, kalau HGB induk diperpanjang, maka SHMSRS juga ikut berlaku,” jelas Farhan pada Rabu 17 September 2025.

Farhan menegaskan, selama HGB tersebut masih berlaku hingga tahun 2029, maka hak kepemilikan para pedagang tetap sah secara hukum.

Ia mengaku telah berkonsultasi langsung dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait hal tersebut.

“Kalau sampai bangunan dirobohkan, SHMSRS tetap diakui dan harus ada ganti rugi. Itu konsekuensi yang harus ditanggung eksekutif. Jadi jangan asal bicara, hukum tetaplah hukum. Niat baik saja tidak cukup, kita harus cermat dan kerja cerdas,” ujarnya.

Terkait klaim Pemkot Serang bahwa lahan PIR sudah menjadi aset daerah, Farhan tidak menampik.

Namun, ia menegaskan bahwa tanah dan bangunan adalah dua objek hukum yang berbeda.

“Tanah memang aset Pemkot, itu jelas. Tapi bangunan yang berdiri di atasnya adalah milik masyarakat dengan dasar SHMSRS. Jadi tidak serta-merta tanah pemerintah otomatis membuat bangunannya juga milik pemerintah,” katanya.

Ia menilai sikap Pemkot Serang yang menyebut kepemilikan bangunan otomatis beralih ke pemerintah terlalu prematur.

“Ini soal regulasi pertanahan. Pemkot harus paham mekanismenya. Jangan egois, apalagi dalam skema kerja sama pemerintah dengan badan usaha di sektor properti. Kalau belum memahami cara mainnya, justru akan menimbulkan masalah baru,” tandasnya. (ADV)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini