SERANG, BANTENINTENS.CO.ID – Saat ini kereta api menjadi moda transportasi darat yang sudah umum di kalangan masyarakat. Itu karena jarak yang ditempuh menggunakan kereta api menjadi singkat, dengan melewati pemukiman, persawahan, bahkan pegunungan.
Lancarnya laju kereta api tidak terlepas dari peran seorang petugas yang menjaga pintu perlintasan kereta api. Pekerjaan yang terlihat sepele, namun menyangkut banyak nyawa orang yang melintasi rel kereta.
Tantangan yang dihadapi penjaga palang pintu perlintasan kereta api tidaklah ringan. Pengabdiannya mengawal keselamatan masyarakat tidak sebanding dengan penghargaan yang mereka terima.
Tidak jarang cacian ataupun makian dari pengguna jalan lebih banyak diterima ketimbang pujian atau penghargaan, terkadang harus kuat menahan lapar hingga dirinya selesai bertugas. Seperti pengalaman yang dialami Robani (45), petugas jaga lintasan (PJL) di Pos KSB, Banjaragung, Cipocok Jaya, Kota Serang.
Hampir setiap hari di waktu yang ditentukan pria ini menjaga perlintasan. Agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan, seperti kecelakaan.
Aktivitas tersebut tentu membutuhkan konsentrasi dan ketepatan waktu.
Jika tidak, maka pengendara roda dua maupun roda empat akan tetap melaju, ketika kereta api hendak melintas. Hal tersebut tentu membahayakan bagi para pengendara maupun masyarakat setempat. Oleh sebab itu, petugas dituntut untuk sigap menutup dan membuka palang pintu.
Ada empat penjaga yang ditempatkan di pos perlintasan yang berdekatan dengan Kantor Walikota Serang itu. Mereka secara bergantian bertugas sesuai waktu yang ditentukan. Yakni shift pagi mulai dari pukul 07.00 hingga pukul 15.00, shift selanjutnya dari pukul 15.00 hingga 23.00. Kemudian sif malam mulai pukul 23.00 hingga pukul 07.00 WIB.
Robani yang merupakan warga Kecamatan Walantaka sudah menjalani profesi sebagai PJL selama tujuh tahun. Ia mengaku telah banyak merasakan suka maupun duka sebagai penjaga perlintasan kereta api.
“Jadi PJL itu lebih banyak dukanya ketimbang sukanya. Salah satunya portal (Palang pintu) masih manual, belum elektrik,” kata Robani, ditemui di Pos perlintasan KSB, Sabtu (26/10/2024).
Menurut Robani, lantaran palang pintu perlintasan kereta api yang masih manual membuat dirinya harus ekstra sigap berlari untuk menutup palang tersebut sebelum kereta api melintas agar pengendara motor tidak menerobos perlintasan.
“Kadang-kadang pengendara itu udah ditutup juga (portal), tapi masih nyelonong aja. Kadang saya mh sering ribut sama pengendara. Saya kan sebagai petugas punya tanggung jawab menyelamatkan mereka juga, apa salahnya menunggu sebentar paling 5 menit,” ujarnya.
Selain itu, Robani juga harus sering menahan lapar saat perutnya kosong. Hal itu lantaran pekerjaan yang digelutinya itu memiliki tanggung jawab yang sangat besar sehingga tidak bisa ditinggalkan begitu saja.
“Kadang ngga makan, nunggu aplusan (ganti shift) dulu baru makan di rumah. Karena mau beli makan juga kita ngga dapat uang makan, jadi nunggu pulang kalau mau makan,” jelasnya.
Meskipun begitu, Robani tetap menjalankan tugasnya dengan amanah dan penuh keiklasahan. Hanya saja bila tugas malam hari apalagi cuaca hujan jalanan sepi, dirinya harus menahan rasa kantuk dan itu merupakan tantangan terbesar bagi penjaga palang pintu perlintasan.
“Tapi itu tidak membuat saya bersedih, sebab saya amat menyukai dan mencintai pekerjaan ini. Karena dapat menjaga keselamatan orang lain saat melintas di perlintasan kereta api dan memenuhi kebutuhan saya dan anak,” tandasnya sambil tersenyum.
Tentu di samping itu peran masyarakat juga penting agar terciptanya kondisi lingkungan yang aman. Dengan mematuhi rambu lalu lintas, Agus berharap agar masyarakat tidak menerobos perlintasan ketika palang pintu perlintasan kereta api sudah ditutup. (Red)